Hania
sedang berjalan kaki ketika sepulang sekolah. Dia memang tidak mempunyai
kendaraan, sebab uang penghasilan kerja ayah dan ibunya tak cukup untuk membeli
kendaraan. Namun, itu sama sekali tidak membuat Hania berputus asa. Walaupun
tak menjadi anak terkaya di sekolahnya, tapi Hania menjadi anak terpintar di
sekolahnya. Hebat, ya?
Hania
suka sekali mengumpulkan plastik-plastik bekas yang ia temukan di jalanan. Dari
plastik-plastik bekas itu, Hania menyulapnya menjadi gelang-gelang yang indah.
Eitsss … Hania bukan menyulapnya, melainkan merangkai plastik-plastik bekas itu
menjadi gelang-gelang yang cantik. Nanti, gelang-gelang itu akan Hania jual di
sekolahnya. Terbukti, gelang buatan Hania laku keras di lingkungan sekolahnya.
Tujuan
Hania hanya satu: membuat gelang-gelang dari plastik bekas untuk membersihkan
bumi. Kini, bumi menjadi semakin kotor karena banyak sampah yang menghujani
bumi. Maka dari itu, tekad Hania untuk membersihkan bumi sudah bulat. Seperti
siang ini, nih ….
“Wah
… banyak sekali plastik-plastik bekasnya! Aku ambil, ah!” gumam Hania senang.
Baru kali ini, ia mendapatkan plastik-plastik bekas yang banyak.
“Kali
ini, aku mau membuat gelang dengan tema apa, ya? Hmmm … aha! Tema polkadot
saja!” ujar Hania sambil tersenyum pada dirinya sendiri.
Di
rumah, Hania langsung merangkai plastik-plastik bekas itu menjadi gelang-gelang
yang indah. Setelah selesai merangkai gelang-gelang tersebut, Hania mengambil
cat-cat yang sudah tak terpakai di sudut-sudut rumahnya. Perlahan-lahan Hania
mengecat gelangnya dengan rapi.
Usai
itu, Hania mengeringkan gelang-gelang buatannya itu di halaman rumahnya.
Kebetulan, cuaca hari ini panas. Jadi, hari ini tepat untuk mengeringkan
gelang-gelang tersebut.
“Mudah-mudahan
aja gelang-gelang ini cepat keringnya! Biar besok hari aku bisa menjualnya ke
teman-teman!” kata Hania sambil tersenyum penuh harap.
“Alhamdulillah
… akhirnya, gelang-gelangku kering juga!” teriak Hania gembira.
Setelah
menunggu selama 3 jam lamanya, akhirnya gelang-gelang buatan Hania itu kering
juga. Hania sudah terkantuk-kantuk menunggu gelangnya itu kering semua. Hehehe
….
Setelah
gelangnya kering, Hania mulai mengemasi gelang-gelangnya itu dengan plastik.
Lalu, diberi harga. Masing-masing gelang itu seharga lima ribu rupiah.
Tiba-tiba
… TOK! TOK!
Pintu
rumah Hania diketuk oleh seseorang. Dengan terburu-buru, Hania menyembunyikan
gelang hasil karyanya di lemari bajunya.
Kreeek …
Pintu rumah Hania yang sederhana itu dibuka oleh Hania. Rupanya, yang datang
adalah ibu Hania. “Assalamu’alaikum, Nak.”
“Wa
‘alaikum salam, Bu … Ibu, kok, baru pulang?” tanya Hania.
“Iya,
soalnya ibu baru pulang dari rumah majikan ibu,” ucap ibu. Keringat yang mengucur
deras di dahinya, itu menandakan bahwa ibu sangat capek hari ini.
“Ya,
sudah, Bu …. Ibu istirahat di kamar saja dulu. Nanti, Hania saja yang memasak
makan malam,” ujar Hania sambil tersenyum manis.
Ibu
mengangguk, lalu masuk ke kamarnya. Setelah itu, Hania membuat lagi
gelang-gelang yang akan ia jual esok hari.
Pukul
6 sore telah tiba. Hania sedang memasak makan malam untuk dia, ibu, dan
ayahnya. Makan malam pada hari itu sangatlah sederhana, yaitu sayur bayam,
tempe, dan tahu goring. Sederhana, bukan?
Saat
makan malam, ayah bertanya pada Hania, “Hania, berapa nilai ulanganmu hari
ini?”
“Nilaiku
sembilan puluh lima, Ayah,” jawab Hania jujur.
“Baguslah
kalau begitu. Tingkatkan terus belajarmu, ya!” kata ayah sambil tersenyum.
Hania hanya bisa mengangguk.
Keesokan
harinya ….
“Han,
aku beli ini, dong!”
“Haniaaa
… aku beli ini!”
“Hania!
Aku beli ini, ya?
Banyak
sekali teriakan teman-teman Hania yang membeli barang dagangan Hania. Tentu
saja, Hania jadi kewalahan. “Heeei! Satu-satu, ya, belinya!”
Akhirnya,
teman-teman Hania membeli gelang buatan Hania dengan mengantre. Ya, A-N-T-R-E.
Kalau tidak, Hania bisa-bisa kewalahan menghadapi teman-temannya itu.
Rupanya,
kegiatan Hania itu diketahui oleh Bu Marina, kepala sekolah SD Anak Bangsa,
tempat Hania bersekolah. Bu Marina berencana mengikutkan Hania pada Komunitas
Pecinta Bumi! Wah, keren, ya?
“Hania, kamu dipanggil sama kepala sekolah,
tuh!” kata Izza, sahabat Hania.
“Duh,
aku salah apa, ya? Kok, sampai dipanggil sama Bu Marina?” gumam Hania
takut-takut. Memang, baru kali ini Hania dipanggil oleh kepala sekolah.
Sesampainya
di ruang kepala sekolah, Hania dipersilakan duduk oleh Bu Marina, sang kepala
sekolah. “Hania …. Ibu mau bicara sesuatu sama kamu.”
“Apa
itu, Bu?” tanya Hania bingung.
“Kamu
mau saya ikutkan ke Komunitas Pecinta Bumi?” tawar Bu Marina.
“Komunitas
Pecinta Bumi? Apa itu, Bu?” Hania sama sekali belum mengerti.
“Komunitas
Pecinta Bumi adalah komunitas yang senang membersihkan bumi, menyayangi bumi,
dan mencintai bumi. Kegiatannya adalah mengumpulkan sampah, dan nantinya sampah itu akan didaur ulang.
Seperti kegiatanmu tadi, yaitu membuat gelang pembersih bumi,” jelas Bu Marina
sambil tersenyum.
“Jadi,
Bu Marina sudah mengetahui kegiatanku selama ini?” tanya Hania. Bu Marina
mengangguk.
Bagaimana, ya? Aku pengin banget
ikut komunitas itu. Tapi, nanti daftar jadi anggota komunitas itu bayar,
enggak, ya? Aku, kan, enggak punya uang, batin Hania.
“Hania
… kamu mau ikut Komunitas Pecinta Bumi?” tanya Bu Marina, yang membuat lamunan
Hania buyar.
“Eh?
I … iya, Bu, saya mau ikut. Tapi, saya tidak punya uang untuk mendaftarnya,”
kata Hania sedih.
“Membayar?
Hania … mendaftarkan diri menjadi anggota komunitas itu tidak bayar! Apalagi,
kamu ikut Komunitas Pecinta Bumi. Kalau kamu ikut komunitas itu, sama sekali
tidak membayar apapun,” jelas Bu Marina.
“Oh,
gitu, ya … Baiklah, Bu, saya mau ikut komunitas itu. Tapi, kapan saya harus
mendaftarkan diri?” Hania bertanya sekali lagi.
“Sepulang
sekolah, kamu ikut ibu ke tempat komunitas itu, ya. Ibu akan daftarkan kamu,”
ujar Bu Marina sambil tersenyum. Hania mengangguk senang.
Setelah
pamit untuk kembali ke kelas, Hania berkata dalam hati. Akhirnya, aku bisa ikut dalam Komunitas Pecinta Bumi! I like it!
Di
bawah sinar matahari itu, Bu Marina dan Hania sedang dalam perjalanan ke tempat
Komunitas Pecinta Bumi. Tiba-tiba, Bu Marina memberi tahu sesuatu kepada Hania.
“Oh, iya, Hania … Dua hari lagi, Komunitas Pecinta Bumi akan mengadakan pameran
barang-barang kesenian seperti gelang-gelang yang kamu buat. Bahan-bahan yang
didaur ulang untuk pameran kesenian itu juga dari plastik bekas. Nanti, hasil
kerajinan tanganmu akan dinilai seberapa bagus dan kreatifnya,” jelas Bu Marina
panjang lebar.
“Oh,
baiklah, Bu … akan saya lakukan dengan sebaik-baiknya!” tukas Hania sambil
tersenyum. Di dalam senyum manisnya, Hania tampak amat bangga. Tentunya, ia
senang dapat menjadi anggota Komunitas Pecinta Bumi. Akan tetapi, ia juga harus
menjalankan amanah, dengan membawa nama baik sekolahnya! Kira-kira, Hania bisa,
enggak, ya, jadi anggota terbaik komunitas dalam pameran kesenian nanti? Hmmm
….
“Wow, ini bagus banget! Wonderful …!” puji salah satu pengunjung di pameran kesenian.
Yap,
sekarang adalah waktunya di pameran kesenian! Hania sudah selesai membuat 25
gelang dalam waktu seminggu! Wow, hebat ya?
Motif
pada gelang-gelang yang dibuat oleh Hania itu bermacam-macam. Ada yang motifnya
polkadot, bunga, bintang, anime,
sampai tulisan-tulisan yang keren banget! Banyak sekali yang mengunjungi tempat
Hania. Kata para pengunjung, gelang-gelang buatan Hania itu kreatif … tif …
tif! Hehehe ….
Para
kakak-kakak juri dari pameran kesenian itu sudah menilai, siapa yang akan
mendapatkan penghargaan sebagai ‘Anggota Terbaik Komunitas Pecinta Bumi’. Nanti
siang, akan diumumkan siapa yang akan mendapatkan penghargaan itu. Tentunya,
yang akan mendapatkan penghargaan itu anak yang sering kita dengar namanya?
Tapi … siapa, ya?
“Baiklah, saya akan mengumumkan siapa yang
akan menerima penghargaan ‘Anggota Terbaik Komunitas Pecinta Bumi’. Karena
anggotanya di sini perempuan semua, maka akan diberi gelar ‘Miss Pecinta
Bumi’,” jelas Kak Fildza, pengurus Komunitas Pecinta Bumi.
Anggota
komunitas sudah mulai geregetan menunggu hasil yang akan dibacakan. Hania juga
seperti itu. Dia mulai tidak sabar menunggu hasilnya.
“Anggota
terbaik Komunitas Pecinta Bumi adalah … HANIA AMANDA PUTRI! Selamat untuk
Hania, Miss Pecinta Bumi!” teriak Kak Fildza.
YES!
YES! Aku jadi pemenangnya! I’m
champion …! teriak Hania dalam hati.
Berkali-kali dia memanjatkan syukur kepada Allah, Tuhan Semesta Alam.
Setelah
menerima penghargaan dari para pengurus Komunitas Pecinta Bumi, tiba-tiba ibu
dan ayah menghampiri Hania sambil tersenyum bangga. “Selamat, ya, Hania. Kami
bangga sekali padamu.”
“Terima
kasih, Bu. Terima kasih, Yah!” ucap Hania sambil menghambur ke pelukan
orangtuanya. Oh, so sweet …
0 Komentar Pembaca:
Posting Komentar